Thursday, January 28, 2010

Rumah Panggung Woloan

Rumah Adat, Bisnis Miliaran di Woloan


Rumah adat Minahasa produksi Woloan kini mendunia. Kalau dulunya Woloan, 3 kilometer dari Kota Tomohon dan 28 kilometer dari Manado, dikenal di Indonesia sebagai gudangnya para meneer, encik dan mevrouw; maka sejak tahun 1970-an, ibukota Kecamatan Tomohon Barat yang sejak Februari 1978 itu dimekar menjadi Woloan Satu, Woloan Dua dan Woloan Tiga – terakhir Agustus 2009 dengan pembentukan Woloan Satu Utara — pamornya melesat dan mendunia karena produksi rumah adat (rumah panggung) Minahasa yang dibuat penduduknya mampu bersaing di era globalisasi sebagai komoditi ekspor.

Meski masih cukup banyak warganya berprofesi guru dan tentu saja profesi lainnya, namun sentra industri pembuatan rumah adat yang berada di Kelurahan Woloan Satu, Woloan Satu Utara dan Woloan Dua persis menyerap semua angkatan kerja Woloan. Ada yang menjadi pengusaha, dan terbanyak sebagai bas (tukang kayu) dan utamanya kernek. Disini uniknya, pengusaha, bas dan kernek ini umumnya otodidak, hanya berbekal ilmu bertukang ‘turunan’ warisan leluhur Minahasa yang diwariskan orang tua. Namun, jangan ditanya kehandalan mereka merancang komponen disain, sehingga hasilnya begitu unggul, kuat, elok dan tentu saja khas Minahasa, bertangga dua dan berserambi terbuka.

Keahlian membuat rumah adat Minahasa ini, memang, rata-rata dimiliki penduduknya, sehingga tidak mengherankan kalau ada guru atau pegawai dan rata-rata petani yang mampu dan berprofesi sambilan sebagai tukang, kernek dan bahkan pengusaha. Konon, keahlian tersebut datang dari ketrampilan turun-menurun, dan ditambah dengan ilmu hasil tularan para pastor dan frater-frater biarawan yang berkarya misi di Woloan lewat Sekolah Tukang di tahun 1920-an berlokasi di samping gereja Katolik (kini gedung serbaguna).

Geliatnya baru mekar di tahun 1970-an ketika Henry Pontoh menjadi Hukum Tua Woloan. Awalnya baru satu-dua, tapi sekarang lokasi di kiri-kanan ruas jalan raya Tomohon-Tanawangko dari Kelurahan Woloan Satu, Woloan Satu Utara dan Woloan Dua, bahkan telah menjangkau hingga di Kelurahan Kamasi dan Kolongan sepanjang hampir 2 kilometer, seakan berubah menjadi ‘showroom’ terbuka. Deretan rumah-rumah dengan macam-macam bentuk dan ukuran terpajang rapi dan menarik. Semuanya bukan rumah hunian warganya, tapi dipajang untuk dijual. Lokasinya layaknya bengkel besar yang tersebar, dimana para bas dan tukang terlihat sedang bekerja meramu, mendirikan, membongkar dan mengepak. Disini pula truk-truk dan kendaraan pengangkut peti kemas hampir setiap hari hilir-mudik mengangkutnya, tanda rumahnya telah terjual memenuhi permintaan lokal, domestik maupun mancanegara.


Pajangan rumah serta proses pembuatannya sekaligus menjadi obyek wisata menarik yang sering dikunjungi para wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Tidak heran juga pejabat tinggi dan tamu negara sahabat selalu menyempatkan diri untuk melongok dan menikmati kehebatan rumah kayu serta pembuatannya oleh tangan-tangan trampil para bas dan kerneknya. Tamu pejabat atau tamu negara selalu datang mengunjunginya dan tidak sedikit yang kemudian tertarik untuk membelinya. Dua Ratu Belanda ikut terpikat dan terkagum-kagum dengannya. Ratu Juliana dengan suaminya Pangeran Bernhard von Lippe-Biesterfeld, serta kemudian anaknya Ratu Beatrix dengan suaminya Pangeran Claus von Amsberg dan sang putra mahkota dibuat terkesima, sehingga kunjungan mereka berlangsung agak lama. Memang, rumah adat Minahasa memukau.

Di tahun 1993 dalam suatu pameran bertaraf internasional di Jakarta yang dibuka ketika itu Wakil Presiden Try Sutrisno, rumah produksi Woloan dengan label the House of Minahasa yang menjadi salah satu contoh, membangkitkan decak kekaguman para arsitek dan tamu dari pameran akbar yang diikuti 70 negara itu.

Peminat hasil karya pengrajin Woloan ini selain dari kota-kota yang ada di Minahasa, Sulut, dan Sulawesi, menyebar di berbagai kota antar-pulau Indonesia, seperti di: Jawa, Kalimantan, Bali, Sumatera, Maluku dan Papua. Kemudian di luar negeri, banyak permintaan berdatangan dari: Ma­­laysia, Filipina, Thailand, Taiwan, Jepang, Maladewa (Maldives), Timor Leste, Papua Nugini, Australia, Selandia Ba­­ru, Mikronesia, beberapa negara kecil di Pasifik lainnya, Amerika Serikat (seperti dari Hawai dan beberapa negara bagiannya di daratan; lalu dari Eropa, seperti: Belanda, Spanyol, Italia dan Jerman. Bahkan sekarang sudah menjangkau ke negara-negara Arab dan Afrika serta Amerika Tengah dan Selatan. Saking terkenalnya, dituturkan seorang pengusaha rumah Woloan, ada saja ulah negara lain yang membeli rumah Minahasa dari Woloan, tapi kemudian menjual ulang ke negara lain seakan produksi negara itu sendiri.

Selain untuk rumah tinggal, rumah adat Minahasa produksi Woloan banyak tersebar di berbagai resort dan tempat peristirahatan di Indonesia dan luar negeri.

Seiring kemajuan zaman, para pengusaha rumah Woloan pun semakin canggih. Banyak di antaranya yang memasarkan produksinya dengan berpromosi di internet. Harga per unit rumah adat Minahasa di Woloan tergantung ukuran, besar dan kualitas kayu. Tapi, pukul rata hitungannya adalah per meter persegi sesuai harga pasaran. Contohnya, di awal tahun 2006 pasaran lokal Rp 1 juta per meter persegi, maka untuk antar-pulau dan domestik mencapai Rp 1.250.000. Sedangkan untuk ekspor, berlaku standar baku penggunaan jenis bahan kayu rumahnya, dengan pilihan bahan dari kayu cempaka, atau nantu, aliwowos dan kayu merah. Untuk pemasangan kembali di tempat pemesan, ada biaya tambahan, termasuk ongkos pulang-pergi, penginapan dan makan-minum pekerja.

Maka, yang diuntungkan dengan mendunianya rumah adat Minahasa produksi Woloan ini juga, selain para pengusahanya adalah para bas dan kernek. Sebab tidak sedikit diantara mereka yang telah berkeliling nusantara, bahkan keluar negeri, sehingga tidak mengherankan bilamana ada diantara mereka pun yang mengantongi paspor. Bahkan beberapa juga sudah terbang berkali ke luar negeri untuk memasang kembali rumah yang dibeli pembeli luar negeri. Malah, ada yang harus tinggal di luar negeri sampai berbulan-bulan untuk pekerjaan merakit kembali rumah buatannya tersebut.

Karena prospeknya bisnis rumah adat Minahasa ini, diperkirakan per bulannya perputaran ekonomi di Woloan mencapai ratusan juta bahkan hingga miliaran rupiah. Tidak mengherankan pertumbuhan Woloan yang sampai tahun 1960-an masih ‘tertinggal’, dengan jalan hancur dan rusak parah kini menjadi sangat pesat, dengan tingkat penghidupan masyarakat yang semakin makmur. Meski awalnya dikerjakan secara tradisional, para pengusaha dan bas Woloan juga mengikuti modernisasi, sehingga pola pembuatan rumah terlihat perubahan baik bentuk dan modelnya, terutama tergantung pemesanan. Namun, keaslian ‘rumah pewaris’ sebutan lain rumah adat Minahasa, tetap dipertahankan.

Banyak Keunggulan
Kelebihan utama pada rumah adat Minahasa produksi Woloan adalah pada pola kait-mengait balok-balok serta papan-papannya. "Kalangan luas mengenal rumah-rumah produksi Woloan anti-gempa. Padahal, sebenarnya bukan anti gempa. Melainkan rumah-rumah ini telah dirancang spesial untuk tahan gempa," ungkap Lurah Woloan Dua Rosevelty Kapoh ketika ditemui tahun 2006.

Penulis Phill M. Sulu yang melakukan penelitian khusus terhadap rumah adat Minahasa menyebut bangunan rumah ini memiliki keunggulan tersendiri baik segi kualitas mau pun segi praktis dan efisiensinya. "Misalnya orang yang ingin cepat memiliki rumah dalam tempo hanya satu-dua hari saja, yang penting telah memiliki lahan, rumah yang diinginkan sudah siap huni. Tak perlu menunggu berbulan-bulan seperti halnya membangun sebuah rumah permanen. Begitu pun jika orang ingin pindah ke tempat lain, dengan mudah rumah dapat dibongkar dan dipindahkan. Harga dan bentuk pun bervariasi menurut kemampuan dan selera pembeli," jelas Sulu yang juga wartawan senior Sulut.

Soal keunggulan rumah adat, ia memerinci, antara lain di kala siang dapat menyerap udara panas yang kemudian dipantulkan di malam hari jadi penghangat ruangan. Sebaliknya di malam hari menyerap udara dingin jadi penyejuk di siang hari. Rumah yang dirancang secara knock down ini dengan mudah dapat dibongkar-pasang untuk dipindahkan, bahkan komponennya dapat dikemas dalam konteiner untuk dikapalkan. Rancangan komponen didisain begitu rupa sehingga rangkaian atau kancingan-kancingannya begitu kuat tapi elastis, menyebabkan rumah tahan gempa atau pun badai. Hal ini terbukti di Kepulauan Cook Selandia Baru. Rumah adat Minahasa yang dibangun di sana ketika diterpa badai Pasifik di bulan Desember, tetap utuh berdiri sedangkan banyak bangunan lain porak-poranda.

"Bagian bawah rumah pun multi fungsi, dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, bisa tempat usaha, garasi, gudang dan sebagainya. Tinggal di rumah panggung dari segi kesehatan juga sangat baik. Selain udara bersih mengandung kadar oksigen normal, karena berada sekitar 3 meter dari permukaan tanah, juga aman dari berbagai gas beracun yang biasanya mengendap di bawah 0,5 meter di atas permukaan tanah. Orang yang tinggal di rumah begini pun biasanya sehat dan relatif umur panjang. Mungkin karena setiap saat tanpa sengaja telah berolahraga menguatkan jantung dengan naik-turun tangga," jelas Sulu.  
(Adrianus-K)  


Jual Rumah Panggung Woloan - Minahasa
http://maayo-kamang2.blogspot.com
http://kamangta.blogspot.com

1 comment:

  1. salam hangat ;)
    rumah panggung minahasa memang keren n bgus bget gan (Y)
    oiya gan btw agan ada info seputar jual rumah tegal yg berfasilitas AC serta ada tembok klilingny itu dmna ya ??
    dtunggu infonya ya gan mkasih
    salam sukses ;)

    ReplyDelete